PENDAHULUAN
Diantara sektor-sektor ekonomi domestik lainnya, Industri manufaktur adalah sektor yang sangat tergantung pada (M) terutama komponen-komponen dam mesin-mesin. Hal ini erat kaitannya dengan kenyataannya bahwa banyak industri di dalam negeri adalah industri perakitan barang-barang subsitusi M yang berarti sangat tergantung pada (M) dari negara yang menghasilkan barang-barang tersebut.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Konsep industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di Inggris yang di tandai dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi serta meningkatkan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan.
Setelah Perang Dunia II mulai muncul berbagai teknologi baru seperti sistem produksi masal dengan menggunakan jalur assembling, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan berbagai barang sintensis dan revolusi teknologi telekomunikasi, elektronik, bio, komputer, dan penggunaan robot.
Sejarah ekonomi dunia menunjukan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan perdagangan antar negara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak negaa dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri.
Progres teknologi dan inovasi produk serta proses produksi dan peningkatkan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi sisi permintaan agregat merupakan kekuatan utama di balik akumulasi proses industrialisasi di dunia.
Industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanya salah satu strategi yang harus di tempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi dan berkelanjutan (Riedel, 1992). Periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini di wujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam pembentukan PDB, permintaan konsumen, ekspor, dan kesempatan kerja (Chenery, 1992).
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG INDUSTRIALISASI
Ada sejumlah faktor lain yang membuat intensitas dari proses industrialisasi berbeda antarnegara sebagai berikut:
1) Kondisi dan struktural awal ekonomi dalam negeri. Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri dasar atau disebut juga industri primer atau hulu seperti besi dan industri tengah (antara hulu dan hilir) seperti industri barang modal (mesin).
2) Besarnya pasar dalam negeri yang di tentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat PN riil per kapita.
3) Ciri industrialisasi antara lain cara pelaksanaan industrialisasi misalnya tahapan dari implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industrialisasi, dan insentif yang di berikan termasuk insentif kepada investor.
4) Keberadaan SDA, ada kecenderungan bahwa negara-negarayang kaya SDA, tingkat diverifikasi dan laju pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendahdan cenderung tidak atau terlambat melkukan industrialisasi lebih lambat di bandingkan negara-negara yang miskin.
5) Kebijakan atau strategi pemerintah yang di terapkan termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan (seperti Tax holiday) yang di ganakan dan cara implementasinya.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Industri dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu industri primer atau hulu yang mengolah output dari sektor pertambangan menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap-tahap selanjutnya dan industri sekuner atau industri manufaktur yang terdiri dari industri tengah yang membuat barang-barang jadi yang kebanyakan adalah barang-barang konsumen rumah tangga.
Derajat dari industrialisasi di suatu negara dicerminkan oleh tingkat pembangunan tidak hanya dari industri primer tetapi juga industri sekunder dinegara tersebut. Walaupun suatu negara memiliki industri primer yang besar (variasi produknya banyak) tetapi lemah dalam industri sekunder maka belum dapat dikatakan bahwa tingkat industrialisasi di negara tersebut sudah tinggi.
1. Pertumbuhan Output
Pada masa sebelum krisis ekonomi di Asia Tenggara, misalnya periode tahun 1970-1995 industri manufaktur dari kelompok LCDs tercatat mengalami suatu perkembangan yang sangat pesat, yang di sebabkan oleh laju pertumbuhan output rata-rata per tahunnya yang tinggi. Pertumbuhan yang tinggi ini di sebabkan terutama oleh permintaan eksternal yang kuat dengan X dari produk manufaktur tercatat tumbuh sekitar 9,3% rata-rata per tahun selama periode yang sama.
Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai suatu kasus yang istimewa. Sebelum krisis ekonomi 1997 kawasan ini sering di juluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya yang sangat hebat dengan pertumbuhan PDB rata-rata per tahun 7,4% sepanjang 1970-1995 jauh di atas laju pertumbuhan rata-rata pertumbuhan PDB dunia LDCs.
Industri manufaktur merupakan kontributor utama bagipertumbuhan ekonomi di NICs dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun 9,4% di bandingkan 8,0% dan 2,8% di masing-masing sektor jasa dan sektor pertanian.
Di dalam kelompok ASEAN proses industrialisasi juga berlangsung pesat sejak tahun 1970-an. Di empat negara yakni Singapura, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Negara Indonesia paling terlambat memulai industrialisasinya yaitu awal 1970-an sejak di mulainya Pelita I.
Walaupun paling terlambat menurut Hill (2003) akibat pertumbuhan output industri manufakturnya yang pesat selama 1980-an pada pertengahan 1990-an Indonesia termasuk diantara keempat negara ASEAN tersebut yang muncul sebagai kekuatan industri yang penting.
Pada periode 1990-an laju pertumbuhan output di Indonesia meningkat menjadi rata-rata per tahun hampir mencapai 10,0% yang membuat Indonesia menjadi tertinggi di antara keempat negara tersebut.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Output di Sektor Industri Manufaktur
Di Empat Negara ASEAN: 1980-1999
Negara |
Pertumbuhan (%) |
1980-1990 |
1990-1999 |
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand |
6,5
7,2
6,7
9,8 |
9,9
8,8
6,6
5,7 |
Sumber : Tabel 1.1 di Hill (2002)
Menurut Hill (2003) bahwa pelaksanaan industrialisasi di keempat negara tersebut telah berhasil melampaui suatu proses pergeseran secara bertahap selama 1970-an dari yang tadinya berorientasi ke pasar domestik (subsitusi impor) ke industrialisasi yang berorientasi ke pasar global.
2. Pendalaman Struktur Industri
Perubahan Struktur industri didorong oleh banyak faktor baik dari sisi AD maupun sisi AS (produksi). Dari sisi AD faktor terpenting adalah peningkatan PN per kapita yang mengubah selera konsumen dan dari sisi produksi adalah terutama perkembangan T, peningkatan kualitas SDM, dan penemuan materia-material baru untuk produksi.
Pengertian struktur industri bisa dalam berbagai arti :
- Beragam jenis atau kelompok barang menurut sifat atau penggunaannya , misalnya barang modal
- Jenis kandungan input-nya misalnya produk-produk dari kategori proses produksi yang padat modal, versus produk-produk dari katagori proses produksi yang padat L dengan T sederhana
- Orientasi pasar
Struktur industri manufaktur erat kaitannya dengan tiga hal yakni:
- Tingkat di verifikasi produk
- Intensitas pemakaian faktor-faktor produksi
- Orientasi Pasar
Industri manufaktur Indonesia juga mengalami suatu proses transformasi atau yang umum disebut pendalaman struktur industri atau diverifikasi produksi yang juga cukup mengesankan. Ada sejumlah indikator untuk mengukur tingkat pendalaman struktur industri menurut Aswicahyono (1996):
I = Σ (ai2-ai1) bila a i2 > ai1
Indikator lain yang umum di gunakan untuk mengukur struktur industri adalah distribusi dari jumlah unit produksi (perusahaan) yang ada di total NO atau NT dari sektor industri menurut kelompok industri (subsektor).
3. Tingkat Teknologi dari Produk-Produk Manufaktur
Untuk mengkaji dan membandingkan kemampuan T dari produksi di negara berbeda industri manufaktur dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori diantaranya:
Industri-industri berteknologi tinggi seperti alat-alat perkantoran termasuk komputer, obat-obatan.
Industri-industri dengan T menengah seperti produk-produk dari palstik dan karet.
Industri-industri dengan T rendah seperti kertas dan percetakan.
Industri berteknologi rendah lah yang menonjol di Indonesia termasuk tekstil, pakaian jadi, alas kaki, kayu, dan kertas yang semuanya mencapai sekitar 47%.
Untuk mengukur tingkat T di dalam produksi manufaktur adalah dengan melihat perubahan komposisi NT dari sektor tersebut menurut intensitas faktor.
4. Ekspor
Kinerja ekspor (X) dari produk-produk manufaktur juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator alternatif untuk mengukur derajat pembangunan dari industri manufaktur. Kinerja (X) bisa dalam tiga arti yaitu laju pertumbuhan volume atau nilai (X) dan di verifikasi, baik dalam produk maupun pasar/negara tujuan. Laju pertumbuhan (X) manufakturnya rata-rata per tahun tinggi dan tingkat diverifikasi produk serta pasar/negara tujuannya juga tinggi.
Pesatnya pertumbuhan (X) ini menunjukan bahwa Indonesia dan negara-negara lain mendapatkan akses yang semakin besar untuk (X) manufaktur mereka ke pasar-pasar di luar negeri.
5. Ketergantungan pada Impor
(M) barang-barang manufaktur juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan di sektor industri. Hipotesisnya, semakin maju industri di suatu negara semakin rendah tingkat ketergantungan negara tersebut terhadap (M) barang-barang manufaktur.
Implikasinya, bahwa setiap negara akan saling tergantung satu dengan yang lainnya lewat perdagangan internasional (X dan M) dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Diantara sektor-sektor ekonomi domestik lainnya, Industri manufaktur adalah sektor yang sangat tergantung pada (M) terutama komponen-komponen dam mesin-mesin. Hal ini erat kaitannya dengan kenyataannya bahwa banyak industri di dalam negeri adalah industri perakitan barang-barang subsitusi M yang berarti sangat tergantung pada (M) dari negara yang menghasilkan barang-barang tersebut.
PERMASALAHAN
1) Keterbatasan Teknologi dan SDM
Kualitas SDM dapat diukur dengan rata-rata tingkat pendidikan dari angkatan kerja atau masyarakat dari golongan umur produktif (15-65 tahun). Kualitas SDM dapat juga diukur dengan lamanya sekolah atau rata-rata tahun pendidikan yang dialami oleh masyarakatdari kategori umur tertentu di negara tersebut.
Tingkat produktivitas L dapat di gunakan sebagai suatu proksi dari ketergantungan batasan T dan SDM. Hipotesisnya adalah bahwa semakin terbatas T dan L dengan pendidikan atau keterampilan tinggi di suatu sektor, cateris paribus, semakin rendah tingkat produktivitas L dan berarti juga semakin rendah pertumbuhan output di sektor tersebut.
Rendahnya kualitas SDM di Indonesia salah satunya di sebabkan oleh terbatasnya dana pembangunan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
2) Masalah-Masalah Struktural dan Organisasi
Kelemahan-kelemahan struktural daiantaranya:
i. Basis ekspor dan pasarnya sempit
Banyak jumlah SDA dan jumlah L merupakan dua faktor utama keunggulan komporatif milik indonesia, namun produk dan pasar (X) Indonesia sangat terkosentrasi (tingkat di verifikasi (X) menurut pasar tujuan rendah) :
– Empat produk yaitu kayu lapis, pakaian jadi, tekstil, dan alas kaki memiliki pangsa 50 % dai nilai total (X) manufaktur.
– Pasar untuk tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas hanya kenegara-negara yang menerapkan kuota.
ii. Ketergantungan pada M yang sangat tinggi
Kebanyakan dari industri buakn merupakan proses manufaktur dalam arti yang sebenarnya, tetapi proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
– Pada tahun 1997 nilai (M) bahan baku, input perantara, dan komponen berkisar dari 45% diindustri –industri kimia , 53% di industri mesin, 56% di industri alat-alat tranportasi hingga 70% di industri barang elektris.
– Industri padat karya sangat tergantung pada (M) bahan baku, ketergantungan ini di sebabkan oleh tidak adanya suplai domestik dan industri pendukung serta lemahnya keterkaitan produksi antar industri di dalam negeri.
iii. Tidak adanya industri berteknologi menengah
Pola industrialisasi di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain yang derajat industrialisasinya relatif sama:
– Konstribusi dari industri-industri berteknologi menengah (termasuk karet dan barang-barang sederhana dari logam) terhadap pembangunan sekor industri manufaktur menurun antara 1985 dan 1997
– Konstribusi dari produk-produk yang padat K (material dari plastik ) terhadap total (X) juga menurun selama periode yang sama.
iv. Kosentrasi regional
Industri skala menengah dan besar sangat terkosentrasi di Jawa dan khusunya di Jabodetabek. Walaupun pemerintah telah memberikan berbagai macam insentif kegiatan produksi manufaktur tetap saja terpusatkan di Jawa.
>>>>>Kelemahan-kelemahan dari organisasi di antaranya adalah antara lain:
i. Industri skala kecil dan menengah (IKM) masih terbelakang.
Konstribusi IKM terhadap pembentukan NT menufaktur relatif kecil sedangkan terhadap kesempatan kerja sangat besar.
ii. Kosentrasi Pasar
Tingkat kosentrasi pasar yang tinggi dapat di jumpai di banyak segmen/ subsektor manufaktur.
iii. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan T
Tidak ada PMA tidak ada kolongmerat Indonesia dan juga tidak ada lagi lembaga pemerintah yang begitu getol memanfaatkan T dan pengetahuan dari luar untuk memperbaiki daya saing dan efesiensi dari produksi manufaktur di dalam negeri.
iv. Lemahnya SDM
Fakta menunjukan sebagian besar L di Indonesia masih berpendidikan rendah. Insinyur-insinyur didalam negeri jumlahnya masih jauh banyak dari pada lulusan luarnegeri semuanya berkualitas baik. Dipihak lain pemerintah kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan pendidikan di tanah air.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
Dalam melaksanakan industrialisasi ada dua pilihan strategi yakni strategi subsitusi import (SI) atau strategi promosi ekspor (PE).
- (SI) sering disebut kebijakan inward-looking yakni strategi yang memfokuskan pada pengembangan industri nasional yang berorientasi kepada pasar domestik. Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri dalam negeri yang memproduksi barang pengganti (M).
- (PE) sering disebut kebijakan outward-looking yakni strategi yang memfokuskan pada pengembangan industri nasional lebih orientasi ke pasar internasional. Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa di realisasikan jika produk-produk di buat di dalam negeri di jual pasar (X).
1. Strategi SI
Ada negara-negara yang menerapkannya hanya pada awal industrialisasi mereka (jangka waktunya pendek) dan setelah itu beralih ke strategi PE. Indonesia yang menerapkannya sepanjang proses industrialisasinya walaupun sejak pertengahan 1980-an strategi tersebut di kombinasikan.
Beberapa pertimbangan yang lazim di gunakan dalam memilih strategi ini terutama adalah:
a) SDA dan faktor produksi terutama L cukup tersedia didalam negeri.
b) Potensi permintaan di dalam negeri yang memadai.
c) Untuk mendorong perkembangan industri menufaktur didalam negeri.
d) Berkembangnya industri menjadikan kesempatan kerja diharapkan terbuka lebih luas.
e) Mengurangi ketergantungan terhadap (M) berarti juga mengurangi defisit saldo neraca perdangan dan menghemat cadangan devisa.
Pada akhirnya pola penerapan (SI) seperti ini yang lebih mengedepankan pengembangan industri skala besar yang padat K banyak dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing menimbulkan ketimpangan besar dalam distribusi pendapatan dan ketidakseimbangan pembangunan ekonomi dalam kota dengan perdesaan.
2. Strategi (PE)
Dibandingkan dengan (SI) (PE) mempromosikan flrksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif. Oerientasi keluar yang merupakan dasar (PE) menghubungkan ekonomi domestik dengan ekonomi dunia lewat promosi perdagangan.
Strategi (PE) paling tidak kesempatan yang sama harus di berikan kepada industri yang memproduksi untuk pasar dalam negeri dan industriuntuk pasar (X).
Dalam (PE) pemerintah menghilangkan sejumlah rintangan non tarif(NTBs) khususnya pembatasan (M) secara kuantitatif dengan tujuan untuk menghilangkan biasa yang anti (X) dari strategi sebelumnya.
3. Kebijakan Industri Pasca Krisis Ekonomi
Salah satu sektor ekonomi didalam negeri yang sangat tepukul oleh krisis ekonomi adalah industri manufaktur. Masuknya IMF ke Indonesia dalam usaha membantu Indonesia untuk keluar dari krisis tersebut telah membawa suatu perubahan besar didalam kebijakan industrialisasi dai dalam negeri.
Industri yang mendapatkan prioritas adalah industri yang selain padat L juga mempunyai potensi (X) yang besar berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang ada.
Untuk mendukung kebijakan pemerintah telah menerapkan sutau strategi pengembangan strategi dengan pendekatan clustering : setiap industri mempunyai keterkaitan produksi ke depan yang kuat dengan industri lain atau/dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
“KHOIRUNNISSA FIRDHAUSY HABIBIE (23210895)”
Sumber :